Jakarta - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo sangat concern dalam memajukan masyarakat Papua. Karenanya tidak ada alasan dari berbagai negara dan organisasi internasional manapun untuk mengganggu stabilitas dan kedaulatan Indonesia. Apalagi sampai mengatasnamakan hak asasi manusia maupun kesejahteraan masyarakat.
Perhatian pemerintah terhadap Papua antara lain ditunjukan melalui peningkatan alokasi Dana Otonomi Khusus, yang semula 2 persen menjadi 2,25 persen dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional. DAU Nasional pada tahun 2022 dianggarkan mencapai Rp 378 triliun, sehingga Dana Otsus Papua mencapai sekitar Rp 8,5 triliun. Naik 12,6 persen dibandingkan outlook APBN 2021 sebesar Rp 7,6 triliun.
"Dari 2,25 persen plafon DAU Nasional tersebut, sebanyak 1 persen diantaranya dialokasikan untuk pembangunan, pemeliharaan, dan pelaksanaan pelayanan publik; peningkatan kesejahteraan Orang Asli Papua dan penguatan lembaga adat; serta hal lain berdasarkan kebutuhan dan prioritas daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan 1,25 persen lainnya ditujukan untuk pendanaan pendidikan, kesehatan serta pemberdayaan ekonomi masyarakat, dengan besaran paling sedikit 30 persen untuk belanja pendidikan dan 20 persen untuk belanja kesehatan," ujar Bamsoet saat bertemu Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia, H.E. Mr Kevin Jeffery Burnett, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, di Jakarta, Jumat (17/6/22).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menambahkan, pemerintah Indonesia juga akan memekarkan wilayah Papua dari semula 2 provinsi menjadi lima provinsi. Penambahan tiga provinsi tersebut yakni Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah. Sebagai upaya mempercepat pemerataan pembangunan sekaligus meningkatkan pelayanan publik terhadap masyarakat Papua.
"Dalam skala internasional, pemerintah Indonesia telah berencana mengundang Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk HAM, agar melihat secara langsung komitmen Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di Papua. Namun, karena masalah keamanan dan pandemi Covid-19, kami harus membatasi perjalanan di Indonesia, sehingga menunda undangan. Komunikasi secara intens masih terjalin dengan Komisi HAM PBB," tandas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini juga menegaskan bahwa Laut Natuna merupakan bagian dari kedaulatan perairan Indonesia. Tidak hanya berdasarkan keputusan UNCLOS 1982, sejak Juli 2016, putusan arbitrase internasional yang menangani sengketa perairan Laut China Selatan antara Filipina dengan Tiongkok juga sudah menggugurkan klaim Nine Dash Line yang selalu dijadikan dasar bagi Tiongkok untuk menguasai Laut China Selatan.
"Mahkamah Arbitrase menyatakan bahwa sekiranya hak tradisional berupa Nine Dash Line sebagaimana diklaim Tiongkok itu memang ada, maka hak tradisional itu telah gugur seiring dengan berlakunya UNCLOS 1982. Apresiasi juga perlu diberikan kepada pemerintah Selandia Baru yang dalam berbagai kesempatan secara terbuka menyuarakan dukungan terhadap keputusan tersebut. Mengingat antara Indonesia dan Selandia Baru memiliki kesamaan sebagai negara maritim, yang selalu menekankan kepada berbagai negara dunia untuk senantiasa menjunjung hukum internasional serta konvensi PBB tentang Hukum Laut," tegas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga mengapresiasi ketertarikan Selandia Baru untuk berinvestasi dalam pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara (IKN Nusantara). Sekaligus menjawab berbagai kekhawatiran yang dirasakan Duta Besar maupun para pelaku usaha lainnya terhadap kepastian kesinambungan pembangunan IKN.
"MPR RI saat ini sedang menyelesaikan substansi materi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Keberadaan PPHN akan memastikan kesinambungan pembangunan IKN Nusantara tidak hanya dilakukan di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, melainkan juga dilanjutkan oleh berbagai presiden penggantinya. Sehingga para duta besar, diplomat, dan investor tidak perlu khawatir untuk berinvestasi dalam pembangunan IKN Nusantara," pungkas Bamsoet. (*)