Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Pansus TNKA DPR Aceh Berharap Pelabuhan Krueng Geukueh Kembali Berdenyut

Jumat, 08 Oktober 2021 | 10.56 WIB Last Updated 2021-10-12T04:29:11Z

Banda Aceh - Ketua Pansus Raqan Tata Niaga Komoditas Aceh (TNKA) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Yahdi Hasan, mengatakan Pelabuhan Krueng Geukueh Lhokseumawe pernah memiliki masa kejayaan yang luar biasa di era tahun 90-an, sehingga Lhokseumawe sempat dijuluki “Kota Petro Dolar”.

Untuk itu, Pansus TNKA DPRA berupaya menyusun Raqan Tata Niaga Komunitas Aceh dengan tujuan pelabuhan Krueng Geukueh dapat kembali berdenyut, dengan diekspornya komoditas-komoditas unggulan Aceh dan kejayaan “Kota Petro Dollar” dapat kembali terulang.

“Kejayaan “Petro Dollar” itu harus dikembalikan, semua pihak harus bergandengan tangan, bagaimana mencari solusi agar Pelabuhan Krueng Geukueh dapat mengekspor komoditas-komoditas unggulan Aceh. Yang terpenting lagi, label ‘Aceh Termiskin di Sumatera’ itu harus dihilangkan, dengan cara bagaimana kita meningkatkan perekonomian Aceh dan meningkatkan Pendapatan Asli Aceh (PAA),” kata Yahdi Hasan usai meninjau Pelabuhan Krueng Geukueh Lhokseumawe dan beraudiensi dengan manajemen PT Pelindo Cabang Lhokseumawe, Kamis siang (7/10/2021).

Dalam kunjungan itu, Yahdi Hasan didampingi sejumlah anggota Pansus TNKA lainnya yakni Tantawi dari Fraksi Partai Demokrat, Rijaluddin dan MJ Romen dari Fraksi PKB-PDA, Murhaban Makam dan Zaini Bakri dari Fraksi PPP, Kartini dari Fraksi Gerindra, Nova Zahara dari Fraksi PKS, tenaga ahli dari akademisi Universitas Syiah Kuala, Dr Muhammad Abrar dan Dr Syukri Abdullah, serta Perancang Perundang-undangan Kanwil Kemenkumham, Afriandi MS. Selain itu, Pansus TNKA juga didampingi sejumlah tim SKPA yakni perwakilan Dinas Perhubungan Aceh, Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Dinas Perikanan Aceh, Dinas ESDM Aceh, serta Biro Ekonomi Setda Aceh. Para rombongan Pansus TNKA DPRA diterima Manajer Bisnis PT Pelindo Lhokseumawe Bukhari didampingi Kepala Syahbandar Lhokseumawe, Azwar.

Dalam pertemuan dengan manajemen PT Pelindo Cabang Lhokseumawe, Yahdi Hasan menjelaskan, dalam kunjungan Pansus TNKA DPRA beberapa waktu lalu ke Bener Meriah, para eksportir kopi di wilayah tengah Aceh berharap Pelabuhan Krueng Geukueh dapat difungsikan untuk mengekspor Kopi Gayo ke berbagai negara, baik di Asia, Amerika maupun Eropa.

“Setiap tahunnya wilayah tengah Aceh mengirimkan hingga 3 ribu kontainer kopi ke berbagai negara, di mana per kontainernya berkisar 19 ton kopi dengan nilai mencapai Rp 1,4 miliar. Untuk biaya angkutnya ke belawan hingga proses pengapalan, mereka mengeluarkan biaya Rp 10 ribu per kilogramnya. Maka dari itu, kami berharap jika Pelabuhan Krueng Geukueh dioptimalkan, maka akan mengurangi biaya yang dikeluarkan eksportir kopi Gayo, mengingat jarak tempuh lebih dekat ke Lhokseumawe dibandingkan Belawan,” jelasnya.

“Ini baru salah satu unggulan komoditas Aceh, belum lagi komoditas-komoditas unggulan lainnya. Makanya dari itu, kami berupaya maksimal untuk merampungkan rancangan qanun ini, dengan harapan seluruh komoditas unggulan Aceh dapat diekspor melalui pelabuhan-pelabuhan yang ada di Aceh,” tegas politisi Partai Aceh ini.

Sementara itu Anggota Pansus TNKA DPRA dari Fraksi PPP, Murhaban Makam, mengatakan dirinya sangat menyayangkan pelabuhan-pelabuhan di Aceh bisa maju di era tahun 60 hingga 70-an, di mana saat itu infrastruktur pelabuhan Aceh masih seadanya. Sedangkan saat ini, infrastruktur pelabuhan di Aceh telah lebih baik, namun ekspor Aceh sangat jauh menurun dibandingkan puluhan tahun lalu.

“Semua saranan dan infrastrukturnya sudah memadai, tapi mengapa tidak mau dilirik para pengusaha untuk melakukan ekspor. Ini tentu ada faktor x yang harus sama-sama kita pecahkan dan cari solusinya. Mungkin ada suatu hal yang membuat pengusaha tidak mau melirik pelabuhan ini,” ungkapnya.

“Kami mau melihat keikhalasan dari Pelindo untuk memajukan pelabuhan Krueng Geukueh ini. Jadi, kita tidak boleh menuduh si A salah atau si B salah, tapi bagaimana caranya kita semua berpikir mencari solusi agar para pengusaha mau mengekspor barangnya dan menghidupkan pelabuhan ini,” tambahnya.

Manajer Bisnis PT Pelindo Cabang Lhokseumawe, Bukhari, dalam kesempatan itu memaparkan kondisi Pelabuhan Krueng Geukueh Lhokseumawe yang memiliki kedalaman 7 hingga 9 meter, telah memadai untuk melakukan kegiatan kepelabuhanan dan bongkar muat, dengan sejumlah saranan dan prasarana yang telah dimiliki pelabuhan tersebut saat ini.

“Hanya saja, Pelabuhan Lhokseumawe ini masih memerlukan support dari pihak eksternal untuk pengembangan pelabuhan agar tumbuh menjadi lebih baik ke depannya,” jelas Bukhari.

Sementara itu, Kepala Syahbandar Operasional Pelabuhan Krueng Geukueh Lhokseumawe, Azwar, mengatakan banyak pengusaha yang datang dan meminta informasi mengenai pelabuhan. Namun, banyak dari pengusaha tersebut tidak kembali dan melakukan aktivitas ekspor ataupun impor.

“Saya tidak tahu penyebabnya kenapa. Jadi mereka hanya datang mencari informasi, tapi tidak kembali,” jelasnya.

Pelabuhan Krueng Geukueh yang berstatus pelabuhan pengumpul, lanjut Azwar, telah memiliki nama besar di luar, karena memiliki sertifikat Statement Of Compliance Of A Port Facility (SOCPF).

“Dengan adanya sertifikat ini, maka Pelabuhan Lhokseumawe ini bisa mendatangkan kapal berbendera asing. Semua kapal-kapal asing bisa masuk ke mari. Tidak semua pelabuhan bisa dimasuki pelabuhan berbendera asing, tapi Pelabuhan Krueng Geukueh ini bisa. Tinggal bagaimana kita memikirkan bagaimana menghidupkan dan memajukannya lagi,” imbuhnya.

Syahbandar Lhokseumawe, kata Azwar, siap mendatangkan kapal-kapal dari luar, jika di Pelabuhan Krueng Geukueh memiliki kapal yang akan mengangkut barang dari Aceh.

“Tapi masalahnya, apa yang kita angkut dari sini? ini yang harus diupayakan agar para pengusaha di Aceh dapat membawa dan mengirimkan barangnya lewat pelabuhan ini,” ujarnya.

Sementara itu, perwakilan pengusaha pelayaran (Indonesia National Shipowners Associattio/INSA), Ahsanuddin, mengatakan untuk melakukan ekspor langsung ke luar negeri, sangat sulit mendatangkan kapal-kapal bermuatan besar berbendera asing.

“Karena kita orientasinya ke luar negeri kan butuh kapal asing, tapi masalahnya jika di Belawan itu datang dengan kapal bermuatan 5 ribu kontainer, itu di sana sudah terkumpul kontainernya dan tinggal diangkut saja ke kapal. Jadi, jika pengirimannya ke luar negeri, itu bisa langsung berangkat. Tapi jika dia datang ke sini untuk mengambil kontainer cuma sepuluh, dengan biaya labuh dia atau biaya konsumsi minyak yang dikeluarkan, itu tidak imbang dengan barang yang dia bawa. Jadi, bukan tidak didatangkan kapal asing untuk membawa barang-barang konfensional atau komodisi Aceh, karena kita tahu juga di Aceh belum ada satupun perusahaan trader yang bisa mengumpulkan (membeli, menyimpan, dan menjual kembali barang). Jadi jika ada hadir perusahaan pengumpul dari luar ke sini mungkin bisa, karena kita tidak punya, jadi sulit mendatangkan kapal asing,” ungkapnya.

“Mungkin kalau untuk kapal lokal itu bisa. Jika ada komoditas lokal, itu tinggal diangkut ke Belawan atau ke Tanjung Priok. Jadi, ini harus dipikirkan solusinya. Jika kita mau melakukan ekspor, maka yang harus kita hadirkan adalah armada yang akan membawa barang itu ke luar negeri. Jangan sampai nanti pengusaha kecil yang mau membawa barangnya ke Belawan tidak bisa lagi, tapi di pelabuhan kita tidak ada armada,” tambahnya.

Pengusaha lainnya, Nazaruddin, yang merupakan pelaku eksportir di Lhokseumawe mengatakan pihaknya mengalami kesulitan jika ekpor harus dilakukan di Pelabuhan Krueng Geukueh. Hal itu dikarenakan, saat mengimpor barang ke luar negeri, maka ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk pengiriman barang ke negara tujuan.

“Misalnya kopi, itu harus dilakukan karantina tumbuh-tumbuhan yang saat ini adanya di Medan. Sedangkan ikan itu karantinanya di Banda Aceh. Jadi tidak mungkin kami mengirim barang ke Medan atau Banda Aceh hanya untuk karantina, lalu bawa barang lagi ke mari untuk diekspor. Selain itu, persoalan izin-izin juga menjadi kendala, di mana di Belawan, sudah ada pihak yang memproses izin serta syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengekspor barang ke luar negeri. Di Pelabuhan kita itu tidak ada, maka kami mengharapkan di pelabuhan ini bisa tersedia pelayanan satu pintu, mulai dari proses karantina, fumigasi, surveyor, bea cukai, serta kepengurusan-kepengurusan lainnya yang dibutuhkan untuk mengekspor barang. Karena, negara tujuan itu jika satu syarat saja tidak terpenuhi, maka barang kita disuruh putar balik bawa pulang,” ungkapnya.

“Jadi, jika pelabuhan ini mau melakukan ekspor, maka pemerintah harus menyediakan dulu kepengurusan syarat satu pintu ini. Jadi setiap orang bawa barang, sudah ada yang menangani kebutuhan syarat dan dokumen untuk kebutuhan ekspor di pelabuhan,” tambah Dek Gam–sapaan akrab Nazaruddin.

Sementara itu, Wakil Ketua Pansus TNKA, Tantawi, mengatakan pihaknya akan menampung saran-saran dan masukan tersebut, untuk dibahas nantinya dalam perumusan dan penyempurnaan Raqan TNKA.

“Semoga saja, kami dapat segera merampungkan rancangan qanun ini, dengan harapan menjadi regulasi yang bermanfaat untuk masyarakat Aceh dan meningkatkan perekonomian Aceh ke depannya. Untuk itu, kami juga mengharapkan dukungan dari semua pihak agar rancangan qanun ini, dapat dirumuskan secara sempurna dan tidak hanya menjadi pajangan nantinya jika qanun ini disahkan,” tutupnya. [Parlementaria]

News

Kabar Aceh

×
Berita Terbaru Update