Banda Aceh - Upaya Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) membatalkan 12 Paket Proyek Multi Years yang di gagas oleh Pemerintah Provinsi Aceh sebagai bentuk ketidaktahuan pihak DPRA tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJP Nasional, Kata Usman SH, kepada media ini, senin 20 Juli 2020.
Langkah Pemerintah Aceh seharusnya mendapat dukungan penuh dari Wakil Rakyat, guna membuka akses keterisolasiran wilayah Kabupaten/Kota, Langkah tersebut kata Usman, sebagai upaya pemerintah Aceh dalam memulihkan perekonomian masyarakat Aceh pasca darurat Covid-19, namun jika dalam hal ini DPRA berencana untuk membatalkan Poyek tersebut sungguh tidak berdasar dan mereka sama sekali tidak paham Undang-undang,
Usman menjelaskan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJP Nasional dalam pasal 1 disebutkan bahwa dalam Pembangunan Jangka Panjang Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20 tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025
Sedangkan dalam pasal 3 disebutkan bahwa RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi misi dan arah pembangunan nasional.
Karena memang dalam Undang-Undang Nomo17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD dan DPRD Kabupaten/Kota bertugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksaan peraturan daerah, anggaran pendapatan belanja daerah provinsi dan tidak ada satu pasalpun yang menyebutkan bahwa DPR Aceh berhak membatalkan Program Pemerintah seperti Proyek Multi Years tersebut yang nyata-nyata membawa perubahan dan kemajuan yang sangat menguntungkan masyarakat Aceh.
Lebih lanjut tambah Usman, Upaya yang ditempuh oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Justru menghambat arah pembangunan Aceh dalam membuka akses daerah-daerah terisolir yang selama ini belum memiliki sarana Infrastruktur yang maksimal.
"Sehingga beberapa Kabupaten Kota di Aceh jauh ketinggalan dari semua sektor. Hal inilah yang menjadi indikator utama Pemerintah Aceh mengambil langkah-langkah strategis untuk membuka keterisolasiran kawasan pedalaman Aceh dengan Infrastruktur yang memadai," tegasnya.
Terlepas dari berbagai upaya yang sudah lama dilakukan untuk membangun daerah-daerah tersebut, masih terdapat kesenjangan yang cukup tinggi antara daerah maju dengan daerah tertinggal. Harus kita akui beberapa Kabupaten/Kota di Aceh dilihat dari segi fasilitas dan prasarana Infrastruktur khususnya jalan sangat memprihatikan.
Usman juga menambahkan, pemerataan pembangunan merupakan tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat yang hidup dalam kawasan terisolir. "Jadi sangat aneh ketika upaya Pemerintah Aceh membuka akses kawasan terisolir justru dihadang oleh Wakil Rakyat (DPRA)," pungkasnya.(Red).