Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Yayasan Aceh Hijau Diskusi Bersama MPU Aceh Dorong Peran Ulama Dalam Dukung Aceh Terbebas BABS

Kamis, 31 Oktober 2019 | 08.02 WIB Last Updated 2019-10-31T03:15:40Z
wartanasional.co, Banda Aceh - Terkait masalah kebiasaan sebagian warga yang Buang Air Besar Sembarangan (BABS) menjadi persoalan serius, tidak banyak diskusi publik yang membicarakan masalah perilaku BABS, apalagi harus dilakukan selama dua hari dan melibatkan sejumlah perwakilan ulama se-Aceh. Namun tidak demikian dengan kegiatan lokakarya yang satu ini. Mengangkat tema “Mendorong Peran Aktif Ulama Dalam Mendukung Aceh Terbebas BAB Sembarangan."

Sebab dari perilaku kebiasaan BABS itu bisa menimbulkan pencemaran lingkungan dan menjadi salah satu penyebab munculnya berbagai penyakit seperti diare, Hal tersebut disampaikan oleh Syarifah Marlina Al-Mazhir, Executive Director dari Yayasan Aceh Hijau, di Hotel Grand Mahoni, Banda Aceh, Selasa (29/10).

Syarifah menambahkan, kegiatan yang difasilitasi oleh Majelis Perwakilan Ulama (MPU) Aceh bekerja sama dengan Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL)/ Sanitasi Aceh, Yayasan Aceh Hijau dan UNICEF ini membicarakan khusus masalah dan solusi untuk urusan “belakang” ini, yang berlangsung selama 2 hari pada tanggal 29-30 Oktober 2019 di Banda Aceh.

"Diketahui dari data BPS, satu dari setiap lima rumah tangga di Aceh masih berperilaku BABS. Tidak mengherankan jika penyakit diare dan penyakit terkait lainnya sebagai salah satu akibat dari perilaku ini masih masuk dalam 10 besar penyakit di Aceh. Hal ini kemudian diyakini memiliki kontribusi terhadap tingginya risiko anak balita stunting." Ujarnya.

Syarifah mengatakan, angka balita stunting di Aceh sendiri masih menduduki peringkat ke-3 tertinggi di Indonesia. Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan sanitasi yang layak, risiko terjadinya stunting dapat dikurangi hingga 27%.   

Para perwakilan ulama sendiri memiliki perspektif yang berbeda terkait perilaku BABS ini. Tgk. H. Faisal Ali, mewakili ketua MPU Aceh yang membuka kegiatan tersebut mengatakan bahwa perilaku BABS ini perbuatan yang menganggu atau merugikan orang lain sehingga tidak “Rahmatan Lil Alamin”. 

Lain lagi pendapat dari Tgk H.Ismi A.Jalil, ketua MPU Pidie, beliau berpendapat bahwa pelaku BABS ini merupakan orang-orang yang tidak mendapatkan pendidikan agama karena Islam mengajarkan tentang “thaharah”, jadi jika mereka mengikuti agama seharusnya tidak melakukan BABS. 

Meskipun pemerintah Aceh telah berupaya menanggulangi masalah ini dengan membangun banyak sarana-sarana sanitasi melalui pembangunan rumah layak huni serta MCK-MCK, namun hal ini masihlah belum cukup.  

Isu BABS ini tidaklah semata-mata disebabkan karena kurangnya sarana sanitasi, karena banyak juga sarana yang dibangun tidak dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. 

Oleh karena itu upaya menumbuhkan kebutuhan sanitasi dan membangun kesadaran masyarakat melalui peran ulama menjadi sangatlah penting untuk mendorong Aceh sebagai negeri Serambi Mekkah terbebas dari perilaku BABS ini. Dan pada akhirnya urusan yang sering dianggap sepele ini tidak lagi memberi dampak buruk bagi masyarakat di Aceh.

Adapun Hasil keputusan FGD dari kegiatan tersebut yang pertama adalah Pemerintah Aceh harus memastikan ketersediaan Sanitasi yang layak untuk setiap keluarga dengan melibatkan seluruh lintas sektoral dalam mewujudkan Aceh bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABS). 

Yang kedua Ulama dan Umara berkontribusi dalam mensosialisasikan Aceh bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABS). 

Yang ketiga Mengoptimalkan peran Badan Kemakmuran Masjid, lembaga Pendidikan, Ormas kepemudaan dan Majelis Ta’lim sebagai sarana Edukasi dan Sosialisasi fiqih dan Akhlak tentang Thaharah dan dampak negatif dari buang air besar sembarangan. 

Yang keempat Kepada pemangku kebijakan dan adat di gampong untuk memaksimalkan fungsi sarana MCK serta memberlakukan sanksi adat terhadap pelaku BABs dan pelaku pencemaran lingkungan lainnya.(R)




News

Kabar Aceh

×
Berita Terbaru Update