Medan - Penyidik Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera telah melimpahkan Tersangka M (46 th) selaku Pemilik Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) MWD beserta barang bukti sebanyak 86,60 M3 kayu ilegal yang terdiri 28 batang kayu bulat dengan volume 33,63 m3 dan kayu olahan sebanyak 3746 keping dengan volume 52,9700 m3 kepada Kejaksaan Negeri Aceh Tengah pada Kamis (23/10/2025) untuk segera disidangkan di Pengadilan Negeri Takengon, Aceh Tengah. Minggu (2/11).
Penanganan kasus ini berawal pada tanggal 4 Juni 2025, saat Tim Gakkum Kehutanan Sumatera menggelar Operasi Pengamanan Hutan dan Peredaran Hasil Hutan di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Tim Gakkumhut menemukan adanya kayu-kayu olahan dan kayu bulat tanpa IDBarcode jenis rimba campuran yang dimiliki oleh PHAT MWD di Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh.
Berdasarkan hasil Gelar Perkara, pada hari Rabu tanggal 16 Juli 2025, Penyidik Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera menetapkan M (46 th) warga Desa Kala Kemili, Kecamatan Bebesan, Kabupaten Aceh Tengah selaku pemilik PHAT MWD sebagai Tersangka.
Dari hasil kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik, berkas perkara penyidikan telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Tinggi Aceh. Tersangka M (46 th) diduga dengan sengaja telah melakukan perbuatan melawan hukum berupa memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau persetujuan dari pejabat yang berwenang dan diancam dengan hukuman pidana berdasarkan Pasal 50 ayat (3) huruf e Jo Pasal 78 ayat (5) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf c Jo. Pasal 78 ayat (6) Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penggganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Hari Novianto, Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera, menyatakan kegiatan pemanenan atau pemungutan hasil hutan (kayu) secara tidak sah merupakan tindakan yang melanggar hukum. Berdasarkan hasil olah TKP di lapangan bahwa didapat fakta. telah terjadi penebangan pohon secara tidak sah di luar areal PHAT MWD dan Kawasan Hutan. Dari hasil penyesuaian dokumen kayu dan pengamatan kondisi sumber bahan baku kayu pada areal PHAT MWD, Tim Gakkumhut menemukan adanya ketidaksesuaian antara kondisi visual dengan realisasi Penatausahaan Hasil Hutan (PUHH) yang dilaporkan oleh PHAT MWD.
Hari menambahkan penebangan pohon tanpa sah tersebut telah merusak hutan yang menjadi Koridor Satwa Peusangan berdasarkan SK. Gub Aceh No.522/1246/2023 tentang Penetapan Peta Indikatif Koridor Hidupan Liar Sebagai Kawasan Ekosistem Esensial Provinsi Aceh dan dapat mengancam kehidupan satwa liar seperti Gajah Sumatera yang dilindungi. Hal ini terlihat pada saat Tim melakukan olah TKP titik koordinat penebangan di lokasi PHAT tersebut menjumpai lintasan kawanan Gajah liar dan jejak Gajah Sumatera.
Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho menyatakan lokasi pembalakan liar merupakan ekosistem hutan yang menjadi koridor satwa dan habitat Gajah Sumatera, Harimau Sumatera dan satwa lainnya dan harus tetap dipelihara kelestariannya, negara akan selalu hadir dalam menjamin kelestarian dan keberlanjutan keberadaan kawasan hutan di Provinsi Aceh. Penanganan perkara ini adalah wujud tanggung jawab dan konsistensi penegakan hukum kehutanan yang dilakukan Ditjen Gakkum Kehutanan untuk menjaga agar ekosistem hutan tetap lestari sesuai fungsinya. tegasnya.