Jakarta – Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) secara resmi menandatangani dokumen Komitmen Antikorupsi. Penandatanganan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Penguatan Sinergi Kolaborasi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Pemerintah Daerah dalam rangka Pemberantasan Korupsi, yang diselenggarakan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, sepanjang 28 April hingga 22 Mei 2025.
Komitmen tersebut ditandatangani oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, mewakili Pemerintah Provinsi Aceh, dan Ketua DPRA, Zulfadhli, A.Md., mewakili lembaga legislatif Aceh, pada tanggal 5 Mei 2025. Aksi ini menegaskan keseriusan kedua lembaga dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan bebas dari praktik korupsi.
Dokumen Komitmen Antikorupsi memuat delapan poin penting yang menjadi pedoman bersama, antara lain:
1. Penolakan Gratifikasi dan Suap: Menolak setiap pemberian/hadiah/gratifikasi yang dianggap suap serta tidak melakukan pemerasan dan/atau bentuk-bentuk tindak pidana korupsi lainnya.
2. Dukungan Penegakan Hukum: Mendukung proses penegakan hukum terhadap dugaan tindak pidana korupsi.
3. Pencegahan Korupsi: Melaksanakan upaya-upaya pencegahan korupsi di Pemerintahan Daerah berpedoman pada Monitoring Center for Prevention (MCP).
4. Tata Kelola Anggaran: Melaksanakan tahapan dan proses perencanaan dan penganggaran APBD secara tepat waktu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
5. Perencanaan APBD Berbasis Aspirasi: Menyusun perencanaan APBD berdasarkan masukan dari masyarakat baik melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dan penyampaian Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) hasil reses berdasarkan skala prioritas serta disampaikan sebelum RKPD dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.
6. APBD Sesuai RPJMD: Menyusun APBD berdasarkan RPJMD dengan skala prioritas, mengutamakan yang wajib dan mandatory spending serta tidak memaksakan anggaran untuk mencegah defisit anggaran.
7. Larangan Intervensi Proses PBJ: Tidak melakukan intervensi proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), hibah, dan bantuan sosial yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
8. Penguatan Pengawasan: Memperkuat fungsi pengawasan oleh DPRD dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Ketua DPRA, Zulfadhli, A.Md., menekankan bahwa penandatanganan ini merupakan janji nyata kepada masyarakat Aceh bahwa lembaga legislatif dan eksekutif akan bekerja sama secara sinergis untuk menutup celah korupsi, terutama dalam proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa..
Sementara itu, Gubernur Muzakir Manaf menyatakan bahwa komitmen ini akan segera ditindaklanjuti dengan penguatan sistem internal dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di lingkungan Pemerintah Aceh, khususnya dalam hal kepatuhan terhadap indikator MCP yang dipantau oleh KPK.
Langkah kolaboratif yang difasilitasi oleh KPK ini diharapkan dapat menjadi momentum percepatan reformasi birokrasi dan peningkatan Indeks Pencegahan Korupsi di Provinsi Aceh, demi mewujudkan pembangunan yang berpihak kepada kepentingan rakyat.(***)