Banda Aceh - Masyarakat gampong Kampung Baru, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, meminta perangkat gampong agar terbuka soal pengelolaan Dana Desa (DD). Hal ini demi terciptanya transparansi keuangan di masyarakat.
Salah satu warga Kampung Baru, berharap bahwa para aparatur gampong dapat menerima masukan dan aspirasi dari warganya sendiri untuk membangun gampong.
Aspirasi itu mulai dari segi pemerintahan, pembangunan, permberdayaan, hingga peningkatan ekonomi masyarakat setempat.
Masyarakat pun berharap, kepala desa atau keuchik gampong setempat benar-benar fokus membangun gampong dan mensejahterakan masyarakat.
“Dari segi PAD gampong, ekonomi masyarakat gampong tidak ada perkembangan. Jadi ada hal-hal yang terindikasi masyarakat bahwa ketidakterbukaan pemerintahan gampong,” ujar warga tersebut yang tidak mau namanya ditulis, kepada wartawan Kamis (8/6/2023).
Dalam hal ini, kata dia, masyarakat meminta para perangkat gampong untuk mengelola anggaran desa secara terbuka dan terang benderang dengan masyarakat.
Selama ini, masyarakat tidak mengetahui berapa anggaran dan peruntukkan dana des aitu lantaran tidak pernah diberitahukan oleh perangkat gampong setempat.
“Di Kota Banda Aceh ini gampong kami sudah dipandang sebagai gampong yang tidak teratur dan tertib, baik dari segi pembangunan pemerintahannya, suka gonta ganti aparatur gampong juga,” ujarnya.
“Kemudian memperkerjakan keluarga di kantor keuchik. Sehingga sangat sulit kami mendapat informasi membuka hal-hal yang diduga menyeleweng,” tambahnya.
Selain itu, pihaknya juga menduga aparatur gampong sangat tertutup dengan masyarakat. Bahkan, pihak Tuha Peut gampong pun tidak mengetahui mengapa terjadi.
“Sangat tertutup, bahkan pihak Tuha Peut sendiri tidak tahu menahu kenapa. Termasuk RAB yang akan dilakukan Tuha Peut tidak mendapatkan pedoman apa yang sudah dilaksanakan apa yang belum,” jelas dia.
Ia menjelaskan, bahwa terakhir ada program ketahanan pangan yakni budidaya ikan lele. Program ini sebenarnya betul-betul sangat berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat Kampung Baru.
Akan tetapi, program ini hanya sekali jalan, tidak ada kelanjutan dari budidaya ikan lele ini setelah ikan tersebut dipanen dan dijual.
“Harusnya setelah dijual dapat uang, kita beli bibit baru, kita budidayakan baru. Tapi hari ini kolam tinggal kosong,” tuturnya.
Ia menyebut, masyarakat tidak dilibatkan dalam pembuatan RAB program tersebut. Akibatnya, masyarakat tidak mengetahui berapa anggaran yang digelontorkan untuk membeli puluhan ribu ikan lele tersebut.
“Yang kami tahu katanya 24 ribu ekor. Tapi kita telusuri dan kita tanya sama kadus-kadus, bahwa satu kolam itu tidak sampai 1000 ekor.”
“Malah ada yang kurang dari 500 ekor. Sehingga banyak diduga penyelewengan pada saat pengadaan ikan lele ini,” ungkapnya.
Disisi lain, pihaknya berharap pihak berwenang atau inspektorat untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh atas dugaan penyelewengan itu.
“Jadi jangan ada indikasi yang ditutup-tutupi dan kami masyarakat berhak tahu kemana dan berapa uang desa kami. Hari ini kami merasa dibodohi dan tidak terpublikasi dengan rinci. Kami masyarakat tidak tahu apa-apa,” tegasnya.
Oleh karena itu, masyarakat berharap, agar dugaan kasus ini dapat segera menemukan titik temu yang terang benderang, sehingga masyarakat tidak menimbulkan kesan negatif di masyarakat.
“Jadi siapa yang bermain dan siapa yang melaksanakan ini sangat tertutup. Kami berharap kepada inspektorat agar pemeriksaan terukur sehingga tidak dirugikan pihak gampong,” pungkasnya.[*]