Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Komisi V Minta Sekda Berikan Informasi Utuh Terkait Penanganan Stunting

Kamis, 01 September 2022 | 15.15 WIB Last Updated 2022-09-27T08:15:35Z

Ketua Komisi V DPR Aceh, M Rizal Falevi Kirani, Foto : Istimewa.

Banda Aceh –
Ketua Komisi V DPR Aceh, M Rizal Falevi Kirani, Kamis, 1 September 2022 minta Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Taqwallah, untuk memberi informasi yang benar dan utuh kepada Pj Gubernur Achmad Marzuki terkait penanganan stunting. Hal tersebut diperlukan agar Pj Gubernur dapat memberikan arahan kerja berdasarkan evaluasi terhadap aktivitas sebelumnya.

 

Dia mengatakan penanganan stunting di Aceh bukanlah hal baru dan telah dilakukan sejak keluarnya Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Stunting di Aceh. Sejak keluarnya Pergub tersebut, kata Falevi, pemerintah kemudian membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Stunting Aceh.

 

Selanjutnya, kata dia, berdasarkan pedoman yang ada dalam Pergub No 14/2018 tersebut pula dibentuk Rumoh Gizi Gampong (RGG). Sejak itu, RGG menjadi metode penanganan dan pencegahan stunting di Aceh.

 

“Jadi bukan dibuat yang baru seperti GISA, yang hanya akan menghabiskan waktu dan tenaga karena harus memulai sesuatu program yang baru lagi di masyarakat dan pihak SKPA sendiri,” kata Falevi lagi.

 

Menurut Falevi, program GISA tidak mungkin bisa menyentuh inti substansi stunting dengan sistem kerja yang sporadis dan insidental. karena stunting itu adalah kejadian yang muncul dari proses panjang dan membutuhkan waktu tiga hingga enam bulan untuk penanganannya.

 

“Jadi pemberian tablet vitamin, PMT dan bantuan periodik bukanlah cara dalam penanganan stunting, melainkan dengan cara memberikan makanan yang seimbang gizi dan protein untuk tiga kali makan setiap hari selama 3-6 bulan lamanya,” kata Falevi.

 

Selain itu, menurut Falevi, Presiden RI melalui BKKbN juga telah membuat program “Bapak Asuh Anak Stunting” yang terdiri pada tiga kegiatan utama, yaitu pengumpulan donasi, pelibatan pihak ketiga, dan pengelolaan dana. “Jadi BAAS ini bukan mewajibkan SKPA bertanggung jawab per wilayah kabupaten seperti yang dilakukan Sekda Aceh,” lanjut Falevi.

 

Menurutnya program GISA yang mengharuskan hampir semua SKPA turun ke lapangan hanyalah kegiatan menghamburkan SPPD bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Apalagi program itu juga mewajibkan SKPA yang tidak berhubungan langsung dalam penurunan stunting.

 

“Dipastikan tidak semua SKPA memahami dengan baik persoalan stunting dan metode penanganannya. Itulah sebabnya kita meminta pak gubernur segera menilai layak atau tidaknya aktivitas tersebut,” harap Falevi.[Parlementria]

 

News

Kabar Aceh

×
Berita Terbaru Update