Banda Aceh - Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Qanun (Raqan) Tata Niaga Komoditas Aceh (TNKA) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) berkunjung ke Pelabuhan Malahayati Aceh Besar, Selasa sore (5/10/2021). Kunjungan itu dilakukan guna meninjau kesiapan pelabuhan tersebut dalam melakukan kegiatan ekspor komoditas Aceh jika nantinya Qanun TNKA disahkan, serta mencari masukan untuk penyempurpurnaan rancangan qanun TNKA.
Peninjauan itu dipimpin Ketua Pansus TNKA, Yahdi Hasan (Fraksi Partai Aceh), didampingi sejumlah anggota Pansus TNKA lainnya yakni Murhaban Makam (Fraksi PPP), Tantawi (Fraksi Demokrat), Rijaluddin (Fraksi PKB-PDA), Kartini (Fraksi Gerindra), Martini (Fraksi PA), serta Wakil Ketua Banleg DPRA, Bardan Sahidi (Fraksi PKS). Selain itu, juga turut dihadiri sejumlah perwakilan Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) dari Dinas Perhubungan Aceh, Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, Dinas ESDM Aceh, Dinas Pangan Aceh, Dinas Koperasi dan UKM Aceh, DPMPTSP Aceh, DLHK Aceh, Biro Hukum Pemeritah Aceh.
Sebelum meninjau pelabuhan, tim Pansus TNKA DPRA bertemu manajemen PT Pelindo yang mengelola Pelabuhan Malahayati. Dalam pertemuan itu, Pansus DPRA disambut Manajer Umum dan Keuangan PT Pelindo Cabang Malahayati, Fakhrurrazi, dan Manajer Bisnis PT Pelindo Cabang Malahayati, Anthony.
Ketua Pansus TNKA Yahdi Hasan dalam pertemuan dengan manajemen PT Pelindo Cabang Malahayati mengatakan kunjungan itu dilakukan guna mencari masukan untuk penyempurnaan Rancangan Qanun TNKA, serta mengecek kesiapan Pelabuhan Malahayati jika nantinya Aceh menerapkan aturan komoditas Aceh diekspor melalui pelabuhan-pelabuhan yang ada di Aceh.
“Jadi kami ingin melihat sejauh mana kesiapan Pelabuhan malahayati melakukan kegiatan ekspor-impor, apa infrastruktur yang sudah ada dan apa yang kira-kira masih kurang. Kami juga ingin meminta masukan dari Pelindo,” ujar Yahdi Hasan.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPRA yang juga Inisiator Raqan TNKA, Bardan Sahidi, dalam kesempatan itu mengatakan Raqan TNKA merupakan program legislasi prioritas Aceh Tahun 2021, yang mana rancangan qanun ini sudah rampung hingga 80 persen.
“Dari rencana ‘ruh’ qanun ini, bagaimana kita mengupayakan agar seluruh komoditas Aceh, yang terdiri dari tiga chapter yakni hasil bumi, hasil laut, serta mineral logam dan urutannya, bisa diekspor melalui pelabuhan-pelabuhan yang ada di Aceh,” ungkapnya.
Pelabuhan-pelabuhan di Aceh, kata Bardan, pernah berjaya di masa lampau. Namun kini apa yang didengungkan Pemerintah Republik Indonesia terkait pembangunan “tol laut” dan poros maritim dunia, tapi Aceh tidak mendapatkan apa-apa.
“Maka, menjadi penting dan ‘momok’ bagi kami di DPRA untuk mengoptimalkan kewenangan Aceh yang diatur dalam UU 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, terkait pengelolaan aktivitas pelabuhan laut dan udara. Maka dari itu, kami ingin menghidupkan ‘tol laut’ di Aceh. Bagaimana komoditas-komoditas di Aceh, bisa ditransaksi di pinggir laut Aceh. Ini menjadi penting bagaimana Pelindo bisa bersinergi menjadikan ‘tol laut’ ini sebagai gerbang dagang,” ujarnya.
Fungsi pelabuhan di Aceh saat ini, Bardan menambahkan, lebih kepada situasi darurat dan pertahanan keamanan. Padahal secara geografis, Aceh berada di perairan yang dekat dengan pasar global.
“Kita memiliki berbagai komoditas unggulan, baik dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan sebagainya. Namun menjadi miris kenapa itu harus keluar dari Belawan, padahal akses wilayah Aceh sangat dekat dengan pasar global. Maka dari itu, ke depannya bagaimana kita mengupayakan pelabuhan-pelabuhan di ujung sumatera ini bisa kembali berdenyut dan bisa kembali bebas berdagang,” imbuhnya.
Sementara itu Anggota Pansus TNKA, Murhaban Makam, mengatakan pelabuhan di Aceh telah memiliki humber crane yang menjadi syarat untuk melakukan kegiatan pelabuhan container atau pengangkutan barang. Namun sangat disayangkan, pelabuhan di Aceh tidak berjalan meski telah memiliki alat tersebut.
“Ini yang bagaimana caranya kita memikirkan bersama-sama agar pelabuhan Aceh bisa dihidupkan,” ungkapnya.
Kesiapan pelabuhan Aceh, kata anggota dewan yang telah menjabat lima periode di DPRA ini, menjadi penting sebelum Raqan TNKA disempurnakan dan disahkan nantinya.
“Kami ingin kehadiran Pelindo ini betul-betul bermanfaat untuk rakyat Aceh. Untuk itu, mari bersama-sama dengan Pemerintah Aceh dan DPR Aceh untuk menghidupkan Pelabuhan Malahayati ini,” tegasnya.
“Jika ada ratusan kontainer bisa keluar setiap harinya dari Aceh, alangkah bahagianya rakyat Aceh. Dengan keluar dari laut, jalan-jalan di Aceh juga tidak rusak. Jadi sangat kami harapkan kehadiran pelabuhan ini bisa bermanfaat bagi rakyat Aceh,” tambahnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, Aliaman, mengatakan Aceh memiliki banyak komoditas unggulan yang ekonomis dan menjadi produk unggulan ekspor, khususnya ikan dari sektor perikanan.
“Dari data yang kami miliki, tujuan ekspor ikan-ikan yang berasal dari Aceh, bukan hanya wilayah Asia, tapi sampai ke Amerika dan Eropa. Namun banyak ikan-ikan yang dihasilkan dari laut Aceh itu, diekspor melalui pelabuhan yang ada di luar Aceh, terutama pelabuhan terdekat yang ada di sekitar Aceh,” ungkapnya.
“Memang ada beberapa produk yang diekspor langsung dari Aceh yaitu via udara, namun jumlahnya sangat terbatas hanya beberapa ratus kilogram. Selain itu, biaya untuk mengekspor via udara juga lebih mahal, hanya produk-produk tertentu saja yang memiliki nilai jual tinggi yang bisa diekspor via udara, seperti Lobster dan tuna yang memiliki kualitas nilai A,” tambahnya.
Aliaman jgua menambahkan, pihaknya juga banyak menerima laporan bahwa ikan-ikan hasil laut Aceh menjadi pemasok hingga 80 persen untuk tempat-tempat pengolahan ikan yang ada di Sumatera Utara.
“Ikan-ikan yang diekspor ini sebagiannya memiliki nilai jual tinggi. Maka dari itu, diharapkan ikan-ikan di Aceh bisa langsung diekspor langsung dari Aceh, yang mana dampaknya akan lebih dirasakan manfaatya bagi mayarakat Aceh,” ujarnya.
Manajer Umum dan Keuangan PT Pelindo Cabang Malahayati, Fakhrurrazi, mengatakan Pelindo menyambut baik upaya dari DPRA dan jajaran SKPA Pemerintah Aceh yang berkeinginan menghidupkan kembali pelabuhan di Aceh, khususnya Pelabuhan Malahayati.
“Kami sangat berterima kasih atas upaya dari DPRA dan seluruh instansi yang ada di Aceh yang berkeinginan dan berupaya agar pelabuhan di Aceh hidup. Kami juga berharap agar semua barang yang ada di Aceh ini bisa diekspor melalui Pelabuhan Malahayati,” harapnya.
Sementara itu, Manajer Bisnis PT Pelindo Cabang Malahayati, Anthony, mengatakan Pelabuhan Malahayati, telah memiliki kesiapan dalam melakukan kegiatan ekspor. Apalagi, kata dia, Pelabuhan Malahayati memiliki Humber Mobile Crane (HMC).
“Pelabuhan Malahayati, satu-satunya pelabuhan di Aceh yang memiliki HMC ini. Namun bulan lalu, HMC ini ini telah menjadi perdebatan di Pelindo, karena hasil produksinya tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Kami terbebani dengan adanya HMC ini, tapi kami ingin HMC ini tetap di sini. Karena, dengan adanya dia di sini, sebelumnya ada PT SPIL yang pernah membawa kargonya, namun sudah setop Agustus kemarin karena mengangkut kontainer kosong,” jelas Anthony.
Selain itu, dia juga menjelaskan, Pelabuhan Malahayati juga memiliki sekitar 7.000 meter persegi tempat penumpukan sementara (TPS) untuk peti kemas atau kontainer sebelum dilakukan pengapalan, yang juga telah memiliki izin dari Bea Cukai.
“Jadi pelabuhan Malahayati sudah siap untuk melakukan kegiatan ekspor,” jelasnya.
Selama ini, dia juga menjelaskan, Pelabuhan Malahayati juga telah melakukan kegiatan ekspor barang yang ada di Aceh, namun hanya jumlah kecil.
“Sekarang ini, yang sedang melakukan pengapalan sekitar 22 ribu ton itu kapal yang mengangkut pozolan atau bahan pembuat semen. Di Aceh, ada dua perusahaan yakni PT Samana dan PT Aceh Kiat Beutari yang melakukan pengapalan Pozolan di sini,” ujarnya.
Hanya saja, kata Anthony, kedalaman Pelabuhan Malahayati belum tercukupi, di mana saat ini hanya memiliki kedalaman 8,2 meter.
“Kami sudah mengajukan usulan agar dilakukan pegerukan kedalaman mencapai 12 meter. Karena jika kedalamannya lebih dalam, maka kapal bisa mengangkut muatan hingga 50 ribu ton. Jadi, pozolan ini mereka hanya bisa mengangkut sekitar 22 ribu ton, itu mereka rugi, jadi mereka harus bisa mengangkut hingga 50 ribu ton baru mereka untung,” ungkapnya.
PT Pelindo, Anthony menegaskan, mendukung upaya kontainerisasi di Pelabuhan Malahayati bisa dilakukan. Sebelumnya, PT Pelindo juga telah mendatangkan kapal dengan muatan 70 box peti kemas.
“Biayanya kami gratiskan, tapi sangat disayangkan dua bulan kapalnya terduduk di sini tidak ada yang pakai. Jadi, jika ditanya apakah Pelindo siap atau Pelindo mendukung? kami mendukung, tapi kami tidak bisa begerak di luar pagar ini. Di luar itu yang perlu pegerakan ke kami (membawa barang ke pelabuhan),” tegas Anthony.
Usai beriskusi selama labih kurang 2 jam bersama manajemen PT Pelindo, Tim Pansus TNKA bersama sejumlah jajaran SKPA melihat langsung proses pengapalan semen di Pelabuhan Malahayati dan melihat Humber Mobile Crane yang ada di pelabuhan itu.
Ketua Pansus TNKA DPRA, Yahdi Hasan, kepada wartawan mengatakan hasil masukan dan informasi yang didapat dari peninjauan tersebut nantinya akan dibawa tim pansus sebagai bahan kajian dalam merampungkan Rancangan Qanun TNKA.
“Dan ternyata hari ini kami lihat, kesiapan Pelabuhan Malahayati lebih siap dari rancangan qanun ini sendiri, yang mana jika seandainya nantinya diatur regulasi komoditas Aceh harus dilakukan melalui pelabuhan Aceh, maka tidak ada kendala lagi, itu bisa saja dilakukan. Soal ada kekurangan atau kendala-kendala lain jika itu diterapkan, maka nanti semua stakeholder di Aceh tinggal duduk bersama mencari solusi jalan keluarnya. yang terpenting saat ini adalah, bagaimana pelabuhan di Aceh itu bisa hidup dan melakukan kegiatan ekspor komoditas Aceh,” ujarnya.
Usai peninjauan ke Pelabuhan Malahayati, kata Yahdi Hasan, dua hari ke depan direncanakan Tim Pansus TNKA juga akan meninjau Pelabuhan Krueng Geukueh Aceh Utara dan Pelabuhan Kuala Langsa, untuk melihat kesiapan pelabuhan di sana dalam hal melakukan kegiatan ekspor komoditas Aceh. Tim Pansus juga akan menjadwalkan pertemuan dengan para pengusaha dan eksportir Aceh guna mencari masukan lainnya.
“Tidak tertutup kemungkinan juga kami akan meninjau pelabuhan yang ada di barat selatan Aceh, dengan harapan pelabuhan-pelabuhan di Aceh hidup dan meningkatkan pendapatan Aceh,” harapnya.
“Maka dari itu, kami meminta dukungan seluruh elemen yang dan di Aceh, khususnya masyarakat Aceh untuk mendukung bagaimana upaya kita bersama-sama agar komoditas Aceh bisa diekspor melalui pelabuhan yang ada di Aceh, demi kesejahteraan masyarakat Aceh,” tutup Yahdi Hasan.(Parlementaria)